kalau udah kayak gini, apanya lagi yang mau di pertahanin, aku udah cukup kuat tanpa kamu, sekarang kamu tuh cuma, maniac online yang lebih mentingin online dari pada pacar, lebih mentingan orang lain di bandingin pacarnya, dan udah gak pedulian lagi, mau aku nangis, gugulitikan atau jungkir balik, tapi kalau di kasih tau tetep aja ngebalikinnya bisa, fuck bangetlah!
sekarang aku mau udahan, bismilah we lah. apanya yang di lebarin lah kalau di pikir-pikir mah, baik engga, ganteng engga, perhatian engga, ideal? jauh banget, ah geus we ah jug sakarepmu hahaha
everything about you is (..............)
Saturday, July 30, 2011
Wednesday, July 27, 2011
pukyooo!
mungkin ini baru permulaan masuk kelas baru dan gak biasanya aku susah banget bersosialisasi sampe kaya gini, nyebelinlah beneran anak yang duduk di belakang aku, namanya kalau gak salah leha, nyebeliiiiiiin banget, pake ngetawa2in lagi kaya yg dianya sempurna aja, pake kaya acara ngejek rambut berantakanlah, aku bercanda dan masalah pr aja orang itu tetep nyebelin, iiiiih nying! maunya apa siiiih, kamu gak suka sama aku? terserah aja tapi jangan gitulah, ngetawa2in orang seenaknya, ngaca dulu dong, KAMPUNGAN!!!!
Saturday, July 23, 2011
Surat Kecil Untuk Tuhan
Gita Sesa Wanda Cantika atau akrab dipanggil dengan nama Keke, umurnya masih muda, 13 tahun, tapi dia harus menghadapi kenyataan hidup yang pahit, dokter memvonisnya menderita penyakit kanker langka, kanker jaringan lunak (Rhabdomyosarcoma). Kisah nyata perjuangan Keke untuk bertahan hidup pun akhirnya dilirik Agnes Davonar, yang kemudian semangat hidup Keke ditorehkan dalam sebuah tulisan, yang bisa dibaca secaraonline di blog Agnes. Karena banyaknya pembaca, maka tulisannya di blog dipindahkan dalam bentuk novel, lahirlah “Surat Kecil Untuk Tuhan” yang pertama kali terbit di tahun 2008. Melalui rumah produksi Skylar Pictures, novel tersebut akhirnya diangkat ke layar lebar, dengan judul yang sama, bangku sutradara pun dipercayakan kepada Harris Nizam, film ini merupakan debut pertamanya di dunia penyutradaraan. Sebagai Keke, dipilihlah Dinda Hauw, yang akan melakukan debutnya di dunia akting di film SKUT ini.
SKUT, Sebuah film yang mengusung tema drama ini sudah bisa ditebak, pastinya akan banyak menyiapkan adegan-adegan yang memaksa penontonnya untuk banjir air mata. Tapi membuat nangis saja tidak cukup, jika tidak dibarengi oleh cerita yang seharusnya juga bisa memaksa penontonnya untuk betah di dalam bioskop, tidak perlu terlalu banyak “ceramah”, tidak perlu punya beban ingin menginspirasi, semua itu bisa didapat jika saja cerita dengan sendirinya bisa menghibur hati penontonnya. SKUT sebetulnya memiliki jalan cerita yang menjanjikan, tapi saya akui agak “terpeleset” dalam memasukkan detil-detil yang sebetulnya diperlukan untuk menambah variasi cerita, well karena saya tidak membaca novelnya, saya tidak tahu apakah memang sudah dari sananya seperti itu atau film ini lebih mementingkan menceritakan bagian-bagian sedihnya saja, atau hubungan ayah-anak yang tampaknya berulang kali ditekankan kalau mereka begitu dekat.

Membuat film terlalu cengeng memang tidak ada salahnya, tapi SKUT tampaknya lupa memberikan momen pemancing air mata tersebut untuk terlihat se-natural mungkin, tapi sebaliknya begitu kaku di beberapa bagian, khususnya adegan yang mengandalkan para pemain tambahan, ya sahabat-sahabat Keke misalnya. Detil-detil seperti inilah yang saya maksud di paragraf sebelumnya, oke disana terdapat air mata, tapi saya tidak merasakan emosi yang cukup untuk merangsang air mata saya sendiri untuk menetes, setidaknya sih membuat mata ini berkaca-kaca. Menggelikan kadang melihat bagaimana para sahabat Keke ketika mencoba menangis, berbarengan, kaku, dan terasa sekali dibuat-dibuatnya. Detil lain yang menurut saya “kabur” adalah dua orang kakak Keke yang perannya disini justru kurang maksimal, datang dan pergi, kadang diceritakan, kadang diacuhkan. Alhasil konflik yang dicoba dibangun dari masalah antara ayah Keke (Alex Komang) saya bisa katakan malah menjadi hambar. Anehnya yang justru sering terlihat di layar dan cukup menyita perhatian adalah supir pribadi keluarga, aktingnya cukup menghibur, perannya sudah jelas, di beberapa adegan dia “penyokong” momen-momen sedih dan lucu.
Punya kekurangan, SKUT juga memiliki kelebihan, saya begitu terkejut ketika melihat tata rias wajah Keke ketika kankernya mulai parah menyerang wajahnya, saya tidak akan menggambarkannya disini, karena tidak ingin mengurangi efek kejutan pada saat kalian melihatnya di bioskop. Hasil kreasi make up yang bisa dibilang tidak mengecewakan dan justru saya akui bagus sekali, jangan bayangkan riasan tempelan bedak, tisu, dan jeroan kambing di film-film horor idiot yah, karena jauh kualitasnya. Mungkin hasil make up tersebut akan sia-sia saja jika tidak didukung akting maksimal dari Dinda Hauw, yang di film ini harus merelakan rambutnya dipangkas habis sampai botak. Totalitasnya dalam debut film pertamanya ini sudah sepantasnya diacungi dua jempol, ditambah lagi dengan dibarengi performa yang bisa dibilang mumpuni. Sebagai Keke, Dinda mampu menarik simpatik penonton untuk terus mendukung tokoh utama sampai film selesai. Sayangnya sekali lagi pemain-pemain disekelilingnya tidak bermain sebaik dia. Alex Komang juga bermain biasa saja sebagai ayah Keke, tapi lebih baik ketimbang di “True Love”. Ranty Purnamasari yang berperan sebagai Ibu Keke bisa dibilang lumayan, memerankan peran Ibu yang emosinya selalu meluap-lupa, walaupun porsinya terbatas di film ini.
SKUT bukan persoalan bagaimana ending-nya, kita tahu apa yang akan terjadi dengan Keke pada akhirnya, namun bagaimana Harris Nizam mampu memindahkan kata demi kata di novel ke dalam jalinan cerita yang menarik. Sebetulnya untuk sebuah film drama, durasi 105 menit itu cukup pas, Harris Nizam pun bermain dalam tempo yang “aman”, tapi tetap saja saya merasa film ini agak membosankan dan pada saat film menginjak paruh pertama saya begitu sulit untuk menikmatinya, untungnya perubahan terjadi ketika saya diajak memasuki fase dimana cerita mulai menampilkan kondisi Keke yang mulai memburuk dan kisah inspiratif tentang semangat hidup pun dimulai. Gambaran Harris Nizam sebetulnya juga tidak se-inspiratif itu, tapi setidaknya bisa mengajak penonton untuk merasakan derita dan semangat Keke, itu pun lagi-lagi terbantu oleh akting Dinda Hauw yang cukup cemerlang. Jika saja film ini bisa membangun ceritanya dengan lebih alami, tidak terlalu banyak tangis yang menjadikannya film tercengeng tahun ini, lebih memperhatikan detil, dan musik pengiringnya dibuat lebih pas, mungkin saja SKUT jadi bisa lebih menarik lagi. “Surat Kecil Untuk Tuhan” tidak sebagus yang saya bayangkan, tapi masih layak tonton untuk melihat bagaimana totalitas Dinda Hauw bertransformasi menjadi Keke, bagi yang suka menangis di bioskop, film ini mungkin cocok.
social oh social...
sekarang udah seminggu ada di kelas social 1 dan yaaaaaaa.... gak rame ya Allah aselinang
anaknya berisi 39 siswa 21 cowok dan 18 cewek, dan yang cowoknya nakal-nakal deh bener hahaha niatnya pengen nyari anak-anak yang nakal dan aku kirain kalau anak-anaknya nakal bakalan rame, ternyata eh ternyata, opocoba? gak rame dong, gak tau belom rame, tapi ciganya mah kalau rame juga gak bakalan kaya my 9-I atau my X-3 huaaaaaaaa!... amicyuu so much :*
anak-anaknya nakal, terus kaya yang gimanaaa gitu sama aku teh ah biarkanlah hahaha
lama-lama juga bakalan terbiasalah walaupun sekarang lebih sering udar-ider ke kelas orang lain soalnya kelas mereka lebih rame dan nyambung di ajak maen atau ngobrol gak kaya di kelas aku, oh my god! ternyata tafsiran aku tentang anak nakal itu lebih seru sama sekali gak bener, dan kalau kelas bagus itu bisa nentuin seneng atau engganya kita, ternyata engga :(
sekarang kelas bisa di bilang bagus, dan lokasinya deket banget sama kantin, tapi.... kalau anak-anaknya kaya gini ternyata aku gak nyaman, dan gak betah, ooooh i miss you maunneh, i miss you taliwang :**
Friday, July 22, 2011
Friday, July 15, 2011
Friday, July 8, 2011
selamat datang sosial selamat tinggal p.alaaaaam!
waaaah! senang sekali bisa naik kelas dan masuk ips yeyeyeyyeyeaaah! tapi yang aku sedikit gak puas karena saya masuk ips 1 dan gak suka, takutnya anaknya pinter-pinter dan identik gak seru, yaaaaaaah :(
tapi kata mamah jalanin aja, mau pindah jga kan susah lagi, ya udahlah syukuri aja, gitu kata mamah, ya udah deh di syukuri aja, pengennya sih ips 3 atau 4 tapi malah ips 1 gera, udahlah bae nov bae hahaha
dan sekarang sudah berangsur ikhlas, apalagi kalau kelasnya rame, amiiiin mudah-mudahan ya breybeeeh :>
Friday, July 1, 2011
ya Allah saya bener-bener gak kuat :'(
beberapa hari setelah 2 tahunan, ngebatin banget, sifatnya berubah lagi, dia kenapa ya Allah? saya gak kuat lagi, apapun yang saya lakuin selalu salah di mata dia, apapun yang aku omongin gak pernah ada baiknya buat dia, saya bingung ya Allah, saya harus gimana? saya harus udahin aja? atau harus tegar? tapi setegar apa? sakit, ini sakiiiiiiiiit, dia cowok dan beda rasa, dia keras kepala, pemarah dan gak punya hati, apakah semua cowok kaya gitu? kalau bener kaya gitu, saya trauma sama yang namanya cowok, saya mau ngejauhin dia, saya gak mau inget-inget dia lagi, mau hapus dia sebisanyaaaaa! bantu saya ya Allah, saya mau berusaha, saya gak tau harus gimana, saya kesiksa, dia gak pernah ngerti karena dia gak ngerasain, balikan tempat kami ya Allah buat di mengerti yang aku rasakan, suatu saat nanti kamu akan ngerasain, orang pemarah kaya kamu tuh mala petaka buat semua orang. lama kelamaan gak ada yang suka deh idup deket-deket sama kamu, dirumah aja sama bapaknya berantem, sama mbaknya juga, sama temen berantem, sama pacarnya juga. gak beres ya hidup kamu? cuma beberapa orang aja yang kuat sama kamu dan itu bukan AKU!
Subscribe to:
Posts (Atom)